Selasa, 14 Juni 2016

nyataku adalah maya


NYATAKU ADALAH MAYA
Written by: Lie

Cukuplah hati dan mata ini, juga Tuhan yang tahu, kepada siapa doa dan cintaku ku alamatkan..”
                Angin berhembus tenang dalam renungan sepi malam ini. Berteman bulan yang tampak pucat dan bersedih di atas sana menatap seorang gadis pinggiran kota yang terdiam, merebahkan tubuhnya di atas hamparan rumput dengan tangan menggenggam segulung kertas.
                Gadis itu Liana. Dan yang berdiri jauh di sana, jauh darinya, adalah Yuan, kekasihnya. Entah apa yang membuat hati gadis itu terasa begitu tersayat setiap kali ia merindukan kekasihnya. Ia memiringkan tubuhnya, dan air matanya menitik. Gulungan kertas yang ternyata adalah surat dari Yuan, surat yang pertama kali diberikan padanya pada beberapa minggu setelah cinta itu mulai mereka rajut dengan rapi hingga saat ini, itu diremasnya kuat. Ia bangkit, berjalan, berlari, entah untuk apa.
                suratmu, sebagai pelepas rindu hatiku..”
                Ia pergi, meninggalkan hamparan rumput yang menjadi saksi setiap kali ia merindukan kekasihnya itu. Berpindah, ke ruang kedamaian yang juga menjadi saksi seberapa dalam cinta mereka. Mata sayunya menatap ponselnya, berharap Yuan mengirim pesan untuknya. Lima menit.. sepuluh menit.. tiga puluh menit.. dan satu jam sudah ia menunggu. Diambilnya ponsel itu, dan menuliskan beberapa kata. Beberapa kali kata-kata yang ia pikirkan untuk kekasihnya itu ia tulis. Namun, beberapa kali juga kata-kata yang telah dituliskan itu dihapusnya.
                “Yuan, kapan kamu pulang?”
                “Aku kangen kamu, sayang..kamu udah lupa sama aku ya?”
                “Sayang, baik-baik disana ya..”
                Dan kalimat-kalimat itu, ia kirimkan. Hingga waktu menunjukkan pukul 8 malam, Yuan membalas pesannya.
                “Sayang, maaf, aku bukannya lupa sama kamu saa.. aku nggak lupa.. Maaf kalau aku kurang memperhatikanmu..”
                Sayang, gadis yang sejak tadi menunggu pesannya, sudah terpejam. Detik berlalu dan hari berganti. Ketika gadis itu bangun dipagi hari, ia membuka pesan dari Yuan. Ia tersenyum untuk pertama kalinya dihari ini.
                “Iya, sayang.. “, pesan itu ia kirim, membalas pesan dari Yuan.
                Bahagianya pagi itu menyambut bahagia-bahagia lain miliknya hari itu. Ia begitu bersemangat mempertahankan cintanya yang ‘ berbeda dari yang lain’. Liana dan Yuan tidak pernah berhenti. Selalu berjalan. Dan  perjalanan cinta selama 1 tahun  3 bulan itu, bagi mereka bukan perjalanan yang sebentar, walau pada kenyataannya terasa sangat sebentar. Mereka hanya cukup tahu itu. Tidak perlu menerapkan konsep yang lain.
                Ponselnya kembali berdering. Ya, ada pesan baru lagi, masuk, dari Yuan. Dan kali ini bunyinya lebih indah.
                “Sayang, semangat untuk hari ini ya.. tetap jaga senyumnya.. aku sayang kamu. I love you, sayang..”
                Satu lagi kebahagiaan ia dapatkan. Senyumnya terkembang, mekar, dan indah di wajahnya.
                “Iya, sayang.. terima kasih, kamu juga ya sayang.. semangat, jangan lupa sarapan.. aku juga sayang kamu, I love you too, sayang..”
                Dan lagi, pesan itu ia kirimkan pada Yuan bersama senyuman yang ia harapkan juga akan terkembang di wajah kekasihnya.
                Sepanjang jalan menuju sekolah, terlebih saat ia sampai di jalan depan sekolahnya, ia teringat tentang Yuan. Tentang pertama kali mereka berjalan bersama, saat itu, satu tahun yang lalu, mereka masih satu sekolah. Ya, mereka berbeda satu tingkatan kelas. Pagi itu, dan pagi-pagi lainnya, Liana selalu tersenyum menghadapi harinya. Begitu juga harinya bersama Yuan. Walau ia tak tahu apa yang sedang dilakukan Yuan jauh di sana. Ia hanya tahu, bahwa hatinya telah mempercayai Yuan hampir 98%. Ia tidak perlu peduli akan kehancuran hatinya jika mencintai terlalu dalam, karena ia pun tak pernah membayangkan jika Yuan akan meninggalkannya sendirian. Yuan tak akan lakukan itu.  
                “Eh, Li, kayaknya lagi seneng banget nih? Ada apa sih? Yuan lagi?”, sapa Siska, sahabatnya, memecahkan lamunan Liana dan ingatan masa-masa indah perjalanan cinta ‘Liyuan’ saat sampai di gerbang sekolah.
                “Ah, apaan sih, nggak ada apa-apa kok, Sis. Iyalah. Siapa lagi kalau bukan dia.. “, ledeknya seraya pergi meninggalkan Siska di gerbang sekolah dan menyentil bahunya.
                “Kebiasaan tuh.. senengnya kelewat batas..”, Siska menyusul Liana.
                Seperti mimpi, hari itu, Yuan datang. Ke bekas sekolahnya dulu. Semua teman-temannya begitu berisik memanggil-manggil Liana, mereka mengetahui kedatangan Yuan yang entah untuk apa.
                “kok kesini?”, jelas saja Liana bingung. Karena setahunya, hari itu Yuan banyak acara di sekolahnya dan baru akan datang ke bekas sekolahnya ini nanti sore. Wajah aneh Liana kembali muncul. Pipinya memerah, terlebih saat teman-temannya meledeknya.
                “Cie... Li.. dicariin tuh.. temuin sana. Mumpung kesini lohh..” , mereka meledek dan menertawakannya.
                Gadis itu berjalan cepat mendekati ruangan yang dituju Yuan. Ia ingin segeraa menemui kekasihnya. Tetapi, ketika ia sudah dekat sekali dengan ruangan itu, ia mengurungkan niatnya. Nyalinya menciut. Seperti akan bertemu dengan artis kelas dunia, tetapi hanya menjadi penggemar rahasia. Uh, malu-malu kucing.
                Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu laboratorium bahasa, dan menempelkan kepalanya di pintu itu sedangkan tangannya bergelayut di lengan pintu. Ia hanya tersenyum, mengingat saat dulu, mereka pernah mengabadikan kenangan di dekat ruang itu.
                Yuan mungkin tidak melihatnya, Liana berbalik, meninggalkan pintu itu. Ia ingin segera pulang, dan mengirim pesan unntuk Yuan. Hanya itu harapannya, hari ini.
                Beberapa saat setelah detik berganti, Liana meraih ponselnya, dan mengirim pesan bahagia untuk kekasihnya.
                “Sayang, tadi kamu ke bekas sekolahan kan?? Ya kan?? Ihihih.. sayang, aku seneng banget ketemu kamu hari ini, kamu kurusan sih sa? Sayang, semoga kita akan bertemu pada waktu-waktu yang telah Tuhan siapkan ya sayang.. I love you, saa..”
                Liana memutar tubuhnya di depan kaca. Sisi kanan, sisi kiri, depan, dan mulai senyum-senyum di depan kaca kamarnya. Untung saja tidak ada yang melihatnya, karena mungkin jika ada yang melihat, orang itu akan berfikir, “dia rupanya sudah gila”. Beberapa menit setelah pesan yang Liana kirimkan terkirim, masuk satu pesan baru.
                “ehehe, iya sayang, ciee.. yang ketemu pacar nggak nyapa.. yee..”
                “ihihi, malu, say..”
                Ponselnya kembali diam. Liana bergerak keluar kamar, dan pergi bersama angin yang entah akan menuntunnya kemana. Hingga malam tiba, bahagianya gadis itu masih tampak. Ia begitu senang membayangkan wajah kekasihnya saat sedang tersenyum, tertawa, dan ia juga senang membayangkan kekasihnya berdiri tepat di hadapannya dan mengajaknya berlari mengitari taman kecil milik cinta mereka, setiap klai, sebelum sepasang matanya terpejam.
                “Tuhan, bahagiakan dia .. bahagiakan cinta kami.. “
                Esok tiba. Sinar matahari mulai masuk ke kamar Liana melalui celah-celah jendela kamarnya. Udara dingin masih terasa menusuk kulit. Ia masih berusaha untuk tetap memejamkan matanya karena ini hari libur. Namun sepertinya, jika ia terus memaksa, matahari akan marah. Baiklah, ia menyerah.  Ia melompat turun dari tempat tidur dan menuju ke white board yang ada di  ruang kedamaiannya.
                “Bahagia kita sederhana.. sesederhana dan sepolos saat kita menulis ‘Tuhan, aku senang..’, dan dalam mencintai, kita hanya perlu sesederhana dan sepolos saat kita menulis dan ucapkan, ‘aku sayang dia’..”
                Ia mengecek ponselnya. Ada satu pesan baru sejak tadi pukul lima. Pesan yang indah, khusus untuk hati seorang Liana, dari seseorang yang berhati indah bernama Yuan.
                “Sayang, selamat pagi, semangat ya buat hari ini.. Tetap jaga senyumnya.. Semoga hari ini menyenangkan .. Aku sayang kamu.. I love you so much, saa..”
                Lagi-lagi kebahagiaan datang untuk mengawali harinya. Dengan segera ia membalas pesan cinta dari kekasihnya.
                “Selamat pagi juga sayang.. iya saa.. kamu juga yang semangat ya saa.. Jangan lupa bahagia..”.
                Setelah meletakkan ponselnya, ia berjalan ke arah jendela dan memejamkan matana sejenak. Tersenyum, dan berucap sesuatu.
                “Tuhan, terima kasih telah menitipkan kado indah itu untukku .. Tuhan, aku bahagia.. Tuhan, bantu kami untuk terus saling mencintai dengan segala kesederhaan yang kami punya. Dan yang Engkau berikan..”
                Angin berhembus, membawa segala ucapan dan kebahagiaannya terbang. Tinggi. Seiring dengan langkahnya pergi menyambut bahagia-bahagia, dan senyum-senyum yang lainnya pada hari ini, dan hari-hari selanjutnya.

SELESAI